GERAKAN SENI
RUPA BARU
Adalah Ris Purnomo, S. Prinka, Anyool
Soebroto, Satyagraha, Nyoman Nuarta, Pandu Sudewo, Dede Eri Supriya, Jim
Supangkat, Siti Adiyati Subangun, F.X Harsono, Nanik Mirna, Hardi, Wagiono. S,
Agus Tjahjono, B. Munni Ardhi dan Bachtiar Zainoel yang membentuk Gerakan Seni
Rupa Baru. Sebagai sebuah usaha dari sekelompok akademisi atau mahasiswa seni
rupa yang menentang monopoli seni oleh sekelompok seniman saja. Monopoli
di sini adalah terlalu kuatnya pengaruh modern dari seniman senior mereka yang
sekaligus menjadi pengajar mereka di kampus, yang dalam beberapa hal mengekang
kemungkinan akan bentuk – bentuk baru dari kesenian itu sendiri.
Hal tersebut mereka wujudkan dalam bentuk pameran bertajuk “
Pasaraya Dunia Fantasi “ di Taman Ismail Marzuki pada tanggal 2 hingga 7
agustus 1975, tepat delapan bulan setelah peristiwa Desember hitam. Adapun
beberapa pendapat yang mengatakan bahwa peristiwa desember hitam adalah awal
dari Gerakan Seni Rupa Baru itu sendiri.
Empat tahun kemudian Gerakan Seni Rupa baru mendeklarasikan
manifesto Gerakan Seni Rupa Baru atau yang biasa disingkat menjadi GSRB adalah
salah satu penanda dari awal mula kelahiran dari seni rupa kontemporer di
Indonesia. GSRB juga bisa dimaknai sebagai penanda dari gelombang perkembangan
seni rupa pada tahun 1974-1977 yang memasuki daerah pijak baru yaitu
perubahan manifestasi secara fisik dan konsep secara besar – besaran. Bahkan
ada sebagian pendapat yang menganggap bahwa GSRB menghasilkan denyut yang lebih
besar dibandingkan dengan kelompok seni rupa pendahulunya yaitu Persatuan Ahli
Gambar Indonesia (PERSAGI) yang digawangi oleh Agus Djaja dan S. Sudjojono.
Karena GSRB menyodorkan permasalahan yang lebih kompleks melalui menifestonya
dibandingkan dengan apa yang di sodorkan oleh PERSAGI.
Manifesto GSRB bertujuan untuk menegaskan dengan tujuan
meruntuhkan definisi seni rupa yang terkungkung kepada seni lukis, seni patung
dan seni grafis. Keyakinannya: estetika seni rupa merupakan gejala jamak.
Pada awal kemunculannya, kelompok Seni Rupa Baru dikenal hanya
pada pameran-pameran yang resimnya menggunakan term” Pameran Seni Rupa Baru
Indonesia”. Istilah”baru” yang ternyata menimbulkan perdebatan keras. Baru
menjelang pameran terkahir yang merupaka tanda bubar. Memperhatikan gerakan senantiasa
menarik. Gerakan hampir selalu meuncul di tengah kekeruhan, kemacetan
kreativitas, keadaan sosial yang tak menentu, dan rasa tak puas tentang
berbagai hal. Disamping itu atau
barangkali karena itu gerakan senantiasa punya gaung dan imbasan yang luas.
Terbilang kaitannya ke belakang, guncangan, dan pengaruhnya ke depan. Maka itu
gerakan kadang-kadang bisa menjadi media pengukur untuk meneliti sesuatu
perkembangan, melihat apa yang sudah terjadi dan apa yang sudah dicapai serta
apa yang akan terjadi. Embrio dari gerakan seni rupa muncul di akademi-akademi
seni rupa secara terpisah. Tercatat di STSRI, ASRI Yogyakarta dan departemen
Seni Rupa Institut Teknologi Bandung atau ITB. Menjadi tegas di sekitar tahun
70-an kendati masalahnya sudah muncul jauh sebelumnya. Bibit itu muncul di atas
pertentangan yang awalnya merupakan perbedaan paham yang bisa pula dikatakan
perbedaan pendapat mengenai berkarya.
Saat tahun 1979 keruntuhan pergerakan tidak bisa dicegah. Bukan
karena munculnya konsepsi yang lebih sederhana dan mau berdiri sendiri, tapi
juga pertengkaran di antara anggota pergerakan. Di tingkat pertama pertengkaran
yang berpangkal pada penambahan anggota baru. Banyak tokoh pergerakan yang
mulai bersikap seperti pendahulu-pendahulunya. Mengkritik suatu karya ,
menganggap karya anggota-anggota baru tak berbobot, tak pantas tidak seni rupa
baru dan entah apa lagi.
Komentar
Posting Komentar